Memuat harga kripto...
Satechain Media

Relaksasi OJK Picu Desakan Revisi Pajak Kripto di Indonesia

SHARE

Satechainmedia.com- Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang membebaskan pungutan bagi penyelenggara layanan keuangan digital sepanjang 2025 disambut antusias oleh pelaku industri kripto di indonesia, Namun, di balik angin segar ini, muncul kembali tuntutan agar kebijakan pajak atas transaksi aset kripto segera ditinjau ulang.

Keringanan pungutan dari OJK dinilai sebagai sinyal dukungan terhadap pertumbuhan sektor ekonomi digital. Namun demikian, banyak pelaku usaha menilai beban pajak yang masih tinggi menjadi batu sandungan utama dalam bersaing di pasar global.

Industri kripto di indonesia d Sambut Baik, Tapi Soroti Beban Pajak oleh OJK

Salah satu pendiri platform kripto Reku, Robby, menyebut kebijakan OJK sangat penting bagi industri yang masih dalam tahap pertumbuhan. Ia menegaskan, meski relaksasi pungutan adalah langkah maju, sektor ini masih dibebani struktur pajak yang tidak berpihak kepada pelaku lokal.

“Dukungan fiskal dari sisi pungutan sudah tepat. Tapi jika pajak belum ikut disesuaikan, kita tetap tertinggal dibandingkan platform luar yang menikmati insentif lebih kompetitif,” ujar Robby, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI), kepada Blockchainmedia.id.

Robby menyoroti bahwa penerapan PPN atas transaksi kripto serta besaran PPh Final menjadi ganjalan besar. Ia menilai pemerintah perlu mempertimbangkan penghapusan PPN dan penyesuaian skema PPh agar industri dalam negeri punya daya saing lebih kuat.

Risiko Brain Drain dan Modal Kabur ke Luar Negeri

Kondisi ini, menurut Robby, menciptakan insentif negatif yang mendorong pelaku pasar dan investor lokal untuk memindahkan aktivitasnya ke luar negeri, di mana kebijakan fiskalnya jauh lebih ringan atau bahkan bebas pajak.

kripto indonesia ojk
Penyesuaian besaran pungutan OJK, dengan relaksasi penuh 0 persen sepanjang 2025 dan kenaikan bertahap hingga tahun 2029. Sumber data: OJK.

“Kalau kebijakan fiskal kita kaku dan tidak menarik, potensi brain drain dan capital outflow makin besar. Padahal, industri ini punya peran strategis dalam mendorong inovasi keuangan dan inklusi digital,” tegasnya.

Ia juga menyarankan agar relaksasi dari OJK ini dijadikan momentum pemerintah untuk merumuskan pendekatan fiskal yang tidak hanya memungut, tetapi juga mendorong pertumbuhan, investasi, dan adopsi teknologi blockchain di Indonesia.

Indodax: Relaksasi Perlu Dibarengi Reformasi Pajak

Senada dengan Robby, CEO Indodax William Sutanto menilai bahwa langkah OJK patut diapresiasi, namun akan menjadi sia-sia tanpa revisi sistem perpajakan.

“Kebijakan pungutan nol persen menunjukkan komitmen dukungan terhadap ekonomi digital. Tapi jika sistem perpajakan tidak ikut menyesuaikan, industri tetap akan kesulitan berkembang,” jelasnya.

William menyoroti bahwa negara-negara lain lebih agresif dalam memberikan insentif fiskal. Thailand, misalnya, membebaskan pajak capital gain untuk transaksi kripto selama lima tahun. Dubai bahkan mengenakan nol persen pajak untuk individu. Sementara AS mulai mengkaji penghapusan pajak untuk transaksi kripto dalam regulasi terbarunya.

Struktur Pajak Dianggap Tidak Adil Bagi Investor Ritel

Salah satu kritik terbesar dari pelaku industri adalah cara pajak dipungut berdasarkan nilai bruto transaksi, bukan dari keuntungan bersih. Dalam praktiknya, pengguna tetap dikenai pajak bahkan saat mengalami kerugian.

Contohnya, pada transaksi aset kripto senilai Rp25 juta, pengguna harus membayar potongan lebih dari Rp30 ribu meskipun hasil investasi belum tentu positif.

Seorang trader ritel mengungkapkan:

“Pajak tetap dipotong meski kita rugi. Ini jelas memberatkan, apalagi bagi pengguna yang bertransaksi dalam jumlah kecil tapi sering.”

Regulasi Saat Ini dan Tekanan Global

Saat ini, pengguna aset digital di Indonesia dikenakan PPN sebesar 0,11% dan PPh Final 0,1% untuk setiap transaksi kripto. Ketentuan ini tertuang dalam PMK No. 68/PMK.03/2022 dan diperkuat oleh UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Namun, skema ini mulai terasa tidak relevan dengan dinamika global. Banyak pengguna beralih ke platform luar negeri karena dinilai lebih efisien dan tidak memberatkan.

Kesimpulan: Perlu Sinkronisasi Antara Pungutan dan Pajak

Pelaku industri menilai bahwa keberhasilan relaksasi pungutan dari OJK seharusnya diikuti dengan reformasi perpajakan secara menyeluruh. Harapannya, pemerintah dapat menyusun kebijakan pajak yang lebih adil, proporsional, dan kompetitif agar sektor kripto nasional tidak hanya bertahan, tapi tumbuh dan berkembang.

“Tanpa reformasi pajak, relaksasi hanya jadi setengah solusi,” tutup William. “Kita butuh ekosistem yang sehat, aman, dan mampu bersaing di pasar global.”


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Satechain media di Google News. Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

Privacy Overview

satechainmedia.com menggunakan Cookie untuk memastikan pengalaman terbaik bagi Anda .